Scroll untuk baca berita terbaru
Example 325x300
325x300
KesehatanManadoOlahragaPublikSulut

Bergaya Taat Demi Hidup yang Sehat

2029
×

Bergaya Taat Demi Hidup yang Sehat

Sebarkan artikel ini

Angka penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang dirawat jalan di RSUP Prof Kandou Manado tercatat hampir 50 ribu orang, dan hipertensi jadi penyakit terbanyak diderita warga Sulawesi Utara. Gaya hidup tak sehat jadi penyebab.

Aktivitas warga yang jalan sehat dan jogging di salah satu area di Kawasan Megamas Manado

Hari sudah gelap karena maghrib telah berlalu. Sekelompok orang berlari melewati depan Indomaret Megamas Trade Centre (MTC), Kawasan Megamas, Manado. Tiba-tiba ada suara menyembul di antara kelompok yang berlari itu.

“Kak…!” teriak salah satu perempuan di antara mereka sambil melambaikan tangannya. Saya yang merasa dipanggil dengan lambaian tangan, langsung membalas dengan lambaian tangan pula.

Ya, perempuan dengan perawakan semampai itu biasa disapa Acha. Anastasya Kumaat, nama lengkapnya. Saat itu dalam ‘gerombolan’ pelari tersebut terlihat pula suaminya, Christian Tumiwa.

“Biasa, kak, selesai kerja baru bisa olahraga. Makanya nanti sore sampai malam boleh lelarian ini,” ungkap pegawai salah satu bank swasta nasional di Manado ini usai menyelesaikan olahraganya.

Acha bersama suaminya, Christian

Acha mengungkapkan ketertarikannya pada olahraga lari—yang selang beberapa tahun belakangan sedang tren—nanti di November 2023. Padahal, katanya, sebelum itu hanya untuk jalan kaki saja sampai ngos-ngosan.

“Olahraga supaya badan juga lebih fit. Sekarang sudah kami rasakan,” katanya. “Alasan lain juga, kami masih doyan makan. Makan apa saja. Jadi, pembakaran karbo lewat olahraga lelarian ini,” ungkap ibu dari dua putra ini.

Katanya, memiliki postur yang lumayan proporsional bukan berarti dia merasa sehat dan fit dalam melakukan aktivitas hariannya. Sebab, menurut Acha, konsumsi makanan dan minuman yang tak terkontrol nilai gizinya, istirahat tak teratur, serta kurangnya olahraga bisa menyebabkan hadirnya penyakit karena gaya hidup tak teratur.

“Yang saya baca jika gaya hidup tak sehat, rawan kena obesitas yang menyebabkan penyakit diabetes, hipertensi, dan sampai gagal ginjal. Ada juga teman yang sudah konsumsi obat terus menerus karena telah divonis sakit stadium tinggi karena gaya hidup tak sehat itu,” kata perempuan kelahiran 1992 ini.

Alasan Acha untuk bergaya hidup sehat itu hampir mirip dengan alasan salah satu pesohor dari Sulawesi Utara, Giofanny Ellyandrian Agoes. Pria yang lebih dikenal dengan Gio Lelaki atau Gio Idol—penyanyi jebolan ajang Indonesian Idol 2014—itu secara terbuka di akun sosial medianya mengaku telah meninggalkan gaya hidup tidak sehat jelang usianya 41 tahun, tahun ini.

Ketika diwawancarai, pria kelahiran Mei 1984 ini mengaku sejak awal Mei 2025 telah menjaga pola makan, minum, dan olahraga. Alasannya lantaran ada teman seangkatan telah meninggal gegara sakit jantung.

“Waktu pemeriksaan lengkap, kolesterol saya 240. Saya jadi parno karena tiga teman seangkatan sudah ‘pergi’. Dua orang karena stroke, satu karena serangan jantung,” ungkap Gio.

Katanya, sadar akan bahaya makanan-makanan berlemak dan berminyak—yang sering dia konsumsi, jadi pemicu darah tinggi, dia mengambil keputusan untuk meninggalkan seluruhnya. Tidak hanya makanan berlemak saja, tapi nasi, tepung-tepungan, minuman berpemanis, serta minuman soda dia hapus dari kebiasaan makan dan minumnya.

“Memang hidup dan mati di tangan Tuhan, tapi Tuhan memberikan kita wisdom bahwa salah satu yang bisa memicu penyakit berbahaya adalah makanan tidak sehat,” tukasnya.

Sebulan terakhir ini Gio mengaku hanya mengonsumsi sayuran, telur, ayam, ikan, dan buah.

No nasi, no tepung-tepungan. Minuman instan di swalayan juga sudah tidak sama sekali. Sebelumnya sangat hobi makan makanan berlemak. Ragey (sate daging), tetelan, dan lain-lain,” katanya.

Gio Idol berolahraga di Kawasan Megamas

Tidak saja menjauhi makanan tidak sehat, hidupnya juga kini sudah diselingi dengan olahraga.

“Kebetulan saya suka badminton. Juga sekarang sudah sering jalan dan jogging minimal 3.000 langkah, dan juga gym,” ungkapnya.

Kekhawatiran Acha dan Gio terhadap ancaman penyakit tak menular (PTM) akibat gaya hidup tak sehat ini bukan tanpa bukti. Dr. dr. Jeini Ester Nelwan, S.Ked, M.Kes, memaparkan hasil penelitiannya bersama beberapa rekannya di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.

Associate Profesor pada Bidang Epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ini menjelaskan PTM berkembang perlahan-lahan, dan biasanya berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Contoh paling umum dari PTM adalah penyakit jantung, gagal ginjal kronis, stroke, kanker, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis.

Menurut Nelwan, penyebab PTM bisa dibagi menjadi dua jenis: yang bisa dikendalikan dan tidak bisa dikendalikan. Faktor yang bisa dikendalikan misalnya kebiasaan merokok, pola makan tidak sehat, kurang olahraga, konsumsi alkohol, dan stres. Sementara itu, faktor yang tidak bisa diubah adalah usia, jenis kelamin, dan keturunan. Selain itu, kondisi seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan kegemukan juga bisa memicu PTM.

Secara global, katanya, sekitar 71% kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular. Di negara berkembang seperti Indonesia, angkanya terus meningkat karena perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat yang makin modern.

Di Indonesia sendiri, data menunjukkan peningkatan jumlah orang yang menderita tekanan darah tinggi, diabetes, dan kolesterol tinggi. Kondisi ini berbeda-beda di tiap daerah. Misalnya, Kalimantan Barat tercatat memiliki angka diabetes yang lebih tinggi dibanding Sulawesi Barat.

Di Sulawesi Utara, ungkapnya, stroke dan diabetes tipe 2 termasuk penyakit tidak menular yang paling sering terjadi. Banyak warga di daerah ini mengalami tekanan darah tinggi dan kegemukan. Kebiasaan makan makanan asin dan berlemak, serta minum alkohol, juga ikut berperan.

Hasil survey BPS Sulawesi Utara berdasarkan data dari RSUP Prof Kandou Manado

Paparan dr. Jeini Nelwan ini ada benarnya. Sebab, data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara 2025 tentang pasien terbanyak rawat jalan sepanjang 2024 di Rumah Sakit Umum Pusat Prof Kandou—rumah sakit tipe A dan rujukan utama di Sulawesi Utara—adalah penderita Chronic Kidney Disease (CKD), stage 5 atau gagal ginjal. Tercatat jumlahnya ada 49.705 pasien. Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun. Yakni 2023 lalu tercatat ‘hanya’ 46.546 pasien, dan 2022 terdata sebanyak 39.201 pasien.

“Tekanan darah tinggi dan diabetes adalah dua penyebab umum gagal ginjal. Tidak ada obat untuk gagal ginjal, tetapi dapat mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan fungsinya selama mungkin. Penyakit ginjal stadium akhir memerlukan dialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal,” ujarnya.

Penyakit ke-2 terbanyak pasiennya adalah Artherosclerotic Heart Disease sebanyak 16.425 pasien. Aterosklerosis adalah kondisi medis di mana penumpukan plak (lemak, kolesterol, dan zat lain) di dinding arteri (pembuluh darah) menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri. Kondisi ini merupakan penyebab utama penyakit jantung, termasuk penyakit jantung koroner, serangan jantung, dan stroke.

Pasien terbanyak ke-3 adalah penderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), atau yang lebih dikenal sebagai diabetes tipe 2. Penderitanya berjumlah 10.857 orang.

Penyakit ini adalah jenis diabetes yang tidak disebabkan oleh kurangnya produksi insulin, tetapi karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif (resistensi insulin). Kondisi ini ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi dan seringkali disertai dengan masalah lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, dan hipertensi.

Di posisi ke-4 adalah penyakit Hipertensi Primer. Penderitanya tercatat sebanyak 8.921 pasien. Hipertensi Primer yang juga dikenal sebagai hipertensi esensial, adalah tekanan darah tinggi yang tidak diketahui penyebab pasti atau tidak ada penyebab medis yang mendasarinya. Ini merupakan jenis hipertensi yang paling umum terjadi, yaitu sekitar 90% dari semua kasus hipertensi.

Meskipun tidak ada satu penyebab tunggal, faktor-faktor seperti genetik, gaya hidup (kurang menjaga makanan, kurang olahraga, dan tingkat stres), dan faktor lingkungan mungkin berperan dalam perkembangan hipertensi primer.

Di Kota Manado, ibu kota Sulawesi Utara, misalnya, dari tahun ke tahun penyakit terbanyak yang diderita warganya adalah hipertensi. Dinas Kesehatan Kota Manado merilis data sepanjang 1 hingga 30 April 2025 bahwa 5.415 warganya terdeteksi menderita hipertensi.

GAGAL GINJAL KRONIK

Melihat data BPS Sulawesi Utara yang mencatat soal gagal ginjal kronik (GGK) yang terbanyak rawat jalan di RSUP Prov Kandou, Dr Jeini Nelwan memberi atensi khusus. Apalagi menurut data dari Kementerian Kesehatan RI dan berbagai lembaga kesehatan dunia seperti WHO, prevalensi GGK terus meningkat dan menjadi penyebab kematian dini serta beban pembiayaan kesehatan yang signifikan.

Menurutnya, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi GGK di Indonesia mencapai 0,38% dari total populasi, dan angka ini cenderung meningkat seiring waktu. Bahkan, jumlah pasien yang menjalani hemodialisis (cuci darah) terus bertambah setiap tahunnya.

Berdasarkan laporan Indonesian Renal Registry, terdapat lebih dari 80 ribu pasien aktif cuci darah pada 2020, dengan tren peningkatan signifikan pada kelompok usia produktif (15–64 tahun).

“Fakta ini menunjukkan bahwa GGK tidak hanya menyerang kaum lansia, tetapi juga mulai mengancam generasi muda,” tukas doktor lulusan Universitas Brawijaya Malang ini.

Sate, makanan yang terbilang laris dikonsumsi masyarakat Sulawesi Utara

Penulis buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular ini menjelaskan faktor utama penyebab GGK meliputi penyakit penyerta seperti diabetes melitus (penyebab terbanyak), hipertensi, infeksi ginjal berulang, serta penggunaan obat-obatan nephrotoksik (berbahaya bagi ginjal). Sayangnya, kata dia, yang sering luput dari perhatian masyarakat adalah peran gaya hidup sehari-hari sebagai pemicu yang tidak disadari.

“Kebiasaan konsumsi makanan tinggi garam, tinggi gula, rendah serat, kurang minum air putih, jarang berolahraga, dan merokok secara langsung maupun tidak langsung memperberat kerja ginjal dalam jangka Panjang,” ungkap Nelwan.

MINUMAN KEMASAN DAN GGK

Salah satu kebiasaan yang semakin popular, kata Nelwan, adalah konsumsi minuman kemasan, seperti teh manis dalam botol, kopi instan, minuman energi, dan minuman bersoda. Meskipun tampak praktis dan menyegarkan, sambungnya, sebagian besar minuman ini mengandung kadar gula tinggi, pemanis buatan, pengawet, dan zat aditif lainnya. Kandungan tersebut bila dikonsumsi secara berlebihan dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kelebihan beban metabolik pada ginjal.

Gula dalam minuman kemasan, misalnya, meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Diabetes merupakan penyebab utama GGK karena kadar gula darah yang tinggi merusak pembuluh darah kecil di ginjal, mengganggu proses penyaringan.

“Selain itu, kandungan natrium (garam tersembunyi) dan kafein dalam beberapa jenis minuman kemasan dapat meningkatkan tekanan darah, yang juga merupakan faktor risiko utama GGK,” ungkapnya.

Minuman kemasan juga sering menggantikan konsumsi air putih yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menjaga fungsi ginjal tetap optimal. Padahal, asupan cairan yang cukup membantu ginjal membuang limbah dan racun melalui urine. Kurangnya minum air putih meningkatkan risiko batu ginjal dan infeksi saluran kemih, yang bisa berkembang menjadi GGK jika tidak ditangani.

POLA KONSUMSI PANGAN

Timbulnya beragam penyakit tidak menular dominan disebabkan karena gaya hidup tidak sehat: pola makan dan minum, istirahat, serta olahraga. Nasi masih jadi pilihan utama makanan pokok masyarakat Indonesia, termasuk Sulawesi Utara.

Data pola konsumsi pangan penduduk Sulawesi Utara yang dilansir Dinas Ketahanan Pangan Sulawesi Utara berdasarkan data Survey Sosial Ekonomi Nasional 2024, konsumsi beras per hari per jiwa rata-rata 282 gram atau 102,9 kilo gram per hari per jiwa.

Jumlah ini masih kurang aman bila merujuk pada standar konsumsi nasi per jiwa per hari yang berkisar 300-500 gram. Sebab, dari beras menjadi nasi hitungannya 2,4 – 3 kali karena tambahan air dan proses masak. Jika demikian, nasi yang dikonsumsi orang Sulawesi Utara per hari seberat 676 – 846 gram. Kandungan energi yang tercatat 1.023,7 Kkal per hari.

Konsumsi ini belum termasuk pangan penyerta berupa lauk seperti ikan, telur, daging, tahu, tempe, dan lainnya. Demikian juga bahan-bahan untuk memroses bahan pangan tersebut berupa minyak goreng dan bumbu-bumbuan.

Kepala Bidang Konsumsi Dinas Ketahanan Pangan Sulawesi Utara, Della Pontoh mengatakan dari tahun ke tahun konsumsi beras masyarakat Sulawesi Utara masih di atas 100 kilogram per tahun atau di atas 250 gram per hari.

Della mengaku pihaknya secara rutin melakukan upaya pengurangan konsumsi beras dengan menyosialisasikan bahan pangan sumber karbohidrat selain atau pengganti beras.

“Dengan gerakan one day no rice, bahkan sudah ada Pergub-nya,” ungkap Della. Pergub dimaksud adalah Peraturan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 18 Tahun 2010 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Pergub ini bertujuan untuk meningkatkan diversifikasi konsumsi pangan, termasuk mengurangi ketergantungan pada beras.

Peraturan ini, kata Della, mendorong masyarakat untuk mengonsumsi berbagai jenis pangan lokal selain beras, seperti jagung, singkong, pisang, ubi-ubian, kentang, sagu, dan lainnya. Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi sumber karbohidrat pengganti beras itu malah menurun.

Data pola konsumsi pangan itu menyebutkan bahwa 2022 lalu secara umum jumlah konsumsi pangan kelompok umbi-umbian (pengganti beras) oleh penduduk Sulawesi Utara sebanyak 15 kilogram per jiwa per tahun. Angka ini turun di 2023 menjadi 13,8 kilogram per tahun, dan turun lagi di 2024 menjadi 10,9 kilogram per tahun.

“Kami curiga penurunan konsumsi beras pada 2024 dibanding 2023 digantikan oleh konsumsi snack aneka kue dan roti maupun yang instan yang tersedia luas di warung atau swalayan,” ujarnya. “Bisa saja pola konsumsi ini yang menyebabkan penderita penyakit akibat gaya hidup tidak sehat terus bertambah di Sulawesi Utara,” kata Della, menambahkan.

Tingkat konsumsi sayuran dan buah penduduk Sulawesi Utara, yang sangat dianjurkan untuk pola hidup sehat, juga menurun tiga tahun belakangan. Data yang sama memaparkan bahwa 2022 konsumsi sayur warga Sulut sebanyak 135 gram per hari. 2023 menurun ke angka 127,5 gram per hari, dan 2024 juga turun ke level 119 gram per hari. Sedangkan konsumsi buah pada 2022 sebanyak 86,8 gram, 2023 sebanyak 84,9 gram per hari, dan 2024 meningkat tajam hingga 137,8 gram per hari.

Namun demikian, tingkat konsumsi sayuran dan buah ini masih di bawah anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO). Di mana secara umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 gram per orang per hari, yang terdiri atas 250 gram sayur (setara dengan 2,5 porsi atau 2,5 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan), dan 150 gram buah (setara dengan 3 buah pisang Ambon ukuran sedang)

Terkait dengan tingginya konsumsi karbohidrat dan rendahnya makanan berserat seperti paparan pola konsumsi pangan itu, Jeiny Nelwan menyatakan bahwa PTM sulit untuk dihindari. Namun demikian, PTM bisa dicegah dengan cara yang sederhana dan taat. Antara lain perbanyak makan buah dan sayur; kurangi makanan cepat saji dan minuman kemasan berpemanis; aktif bergerak setiap hari; tidak merokok dan batasi minuman beralkohol; serta rutin cek kesehatan, terutama tekanan darah dan gula darah.

OLAHRAGA

Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus di awal pemerintahannya usai dilantik dan menjalani ret-ret di Magelang, langsung memberi perhatian pada aktivitas olahraga. Dalam sambutannya pada kesempatan tatap muka dengan jajaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, di awal Maret 2025, Gubernur Yulius menyatakan dia lebih tertarik berinvestasi pada aktivitas yang menyehatkan masyarakat, dibanding dengan memperbanyak membangun fasilitas kesehatan.

“Melayani orang sakit penting, tapi lebih penting lagi masyarakat harus sehat. Harus menjaga pola makan dan minum, dan juga harus berolahraga,” ujarnya kala itu.

Dia pun langsung membuktikan komitmennya keesokan harinya dengan berolahraga di kawasan KONI Manado: jalan pagi dan main tenis lapangan. Gubernur juga melihat langsung kondisi seluruh fasilitas olahraga di kawasan tersebut.

“Harus ada perbaikan supaya masyarakat banyak pilihan untuk berolahraga,” ujar Gubernur Yulius.

Pilihan lokasi untuk berolahraga, khususnya di Kota Manado, ada banyak. Selain lokasi-lokasi dalam ruangan untuk beberapa jenis olahraga, tempat terbuka untuk umum pun bertebaran. Salah satu yang sedang tren dalam beberapa tahun belakangan adalah Kawasan Megamas—kawasan ekonomi terkemuka di bekas reklamasi pantai Manado.

Bagi orang Sulawesi Utara, khususnya Kota Manado dan sekitarnya, Kawasan Megamas (atau lebih tren disebut Kawasan) sudah tak asing lagi jadi pilihan bersantai skala outdoor. Menikmati suasana pantai sambil menyaksikan sunset tenggelam di Teluk Manado dan ditemani aneka kuliner atau jogging sore hingga malam. Di hari Sabtu dan Minggu pagi, apalagi. Sampai-sampai pengelola Kawasan menerapkan car free day untuk lokasi-lokasi tertentu.

Pemilik Kawasan Megamas, Amelia Tungka mengaku tidak menyangka tren olahraga lari sangat berkembang beberapa tahun ini. Ditambah lagi dengan pilihan sebagian besar masyarakat terhadap Kawasan Megamas untuk lari-lari.

“Mungkin karena suasananya yang ramai, dan selepas olahraga ada banyak pilihan tempat makan dan minum,” kata Amelia.

Katanya, pengelola Kawasan pun menyediakan sejumlah fasilitas untuk olahraga. Antara lain lapangan basket dan tempat bermain skateboard. Sedangkan pihak swasta mendirikan lapangan futsal yang menyatu dengan lapangan bulutangkis.

“Tapi yang paling ramai itu orang berlari dan jalan. Pilihan lokasinya di bagian belakang sepanjang pantai, khususnya di Pohon Kasih karena kami tak izinkan kendaraan masuk ke lokasi itu,” ungkap Amelia.

Kenzy Maradesa, ASN di Kantor Gubernur Sulawesi Utara, memilih Kawasan Megamas untuk memenuhi kebutuhan olahraganya di sore hari usai pulang kantor, selain Sabtu atau Minggu pagi. Alasannya suasana mendukung dan juga lebih aman.

“Di Kawasan pasti banyak komunitas berlari. Kendaraan juga tidak kebut-kebutan dan ada lokasi yang tidak ada kendaraan. Yang pasti aman, karena terkadang kita lari sampai malam,” ungkap Kenzy.

Apa yang diperolehnya dari lari-lari itu? “Yang pasti lebih fit dan tidak mudah terasa capek. Makan juga tidak khawatir agak berlebihan karena nanti akan ‘dibakar’ dengan olahraga ini,” kata Kenzy.

Acha pun mengaku bahwa sebelum memutuskan untuk berolahraga rutin dan menjaga pola makan yang aman dan sehat, berat badannya sampai di level 70 kilogram

“Saya dan suami juga mengurangi gula dengan mengatur pola makan. Sarapan hanya buah-buahan, siang makan biasa, malam juga makan tapi tanpa nasi. Awal-awal memang berat, tapi kami taat karena niatnya mau sehat jadinya sudah terbiasa,” ungkap mantan Lumimuut (putri) Minahasa Selatan 2011 ini.

Setali tiga uang, Gio Idol juga telah merasakan hasil dari ketaatan hidup sehat itu. “Saya sangat merasakan. Kolesterol yang tadinya 240, sekarang sudah jadi 140. Jauh dari dari batas tidak aman. Saya enjoy menjalani hidup sehat seperti ini,” kata Gio.(**)

Peliput/Editor: Bahtin A. Razak