Scroll untuk baca berita terbaru
Example 325x300
325x300
NasionalPemerintahan

SBANL Bilang Perda Ketahanan Pangan Penting untuk Cegah Alih Fungsi Lahan dan Perlindungan Lahan Pertanian

×

SBANL Bilang Perda Ketahanan Pangan Penting untuk Cegah Alih Fungsi Lahan dan Perlindungan Lahan Pertanian

Sebarkan artikel ini
Stefanus BAN Liow, BULD DPD RI, Ketahanan Pangan
RDP BULD DPD RI dengan Kementan dan Badan Pangan Nasional

JAKARTA, gosulut.com–Ketua Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Ir Stefanus BAN Liow MAP (SBANL) meminta pemerintah daerah untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Ketahanan Pangan.

Itu dimaksudkan untuk melindungi lahan pertanian dari alih fungsi lahan agar bisa terwujud ketahanan pangan berkelanjutan.

Penegasan ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) BULD DPD RI dengan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional, di mana baik BULD DPD RI maupun Kementan dan Badan Pangan Nasional mengharapkan pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah yang mendukung perwujudan kedaulatan pangan dan kemandirian pangan sebagai fondasi terwujudnya ketahanan pangan. Di antaranya perlindungan lahan pertanian, termasuk larangan alih fungsi lahan pertanian pangan dan perlindungan padang penggembalaan ternak.

RDP yang digelar di Ruang Rapat Kutai Gedung B DPD RI lantai 3 Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (7/7/ 2025 dengan agenda Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) dan Peraturan Daerah (Perda) terkait ketahanan pangan dipimpin Ketua BULD DPD RI Stefanus BAN Liow (senator asal Sulawesi Utara) bersama Wakil Ketua BULD DPD RI Agita Nurfianti (senator asal Jawa Barat).

Narasumbernya ialah Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Yudi Sastro, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Agung Suganda, dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional Sarwo Edhy.

Senator Stefanus Liow menjelaskan dalam RDP yang berlangsung selang pukul 13.00-16.00 WIB mengemuka bahwa pentingnya perda yang mengatur lebih lanjut penetapan dan alih fungsi lahan pertanian sebagai upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Dirjen Tanaman Pangan Kementan RI Yudi Sastro mengatakan, ada keengganan pemerintah daerah dalam mengeluarkan perda terkait ketahanan pangan, di dalamnya Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).

”Ini menghambat perwujudan kedaulatan dan kemandirian pangan,” kata Yudi Sastro seraya menjelaskan, alih fungsi lahan mengakibatkan hilangnya 69 ribu hektar lahan pertanian selama lima tahun terakhir.

Sayangnya, tidak semua pemerintah daerah mengeluarkan perda larangan alih fungsi lahan pertanian produktif ke sektor non-pertanian. Untuk menjamin ketersediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan, penetapan lahan pertanian pangan harus disertai sanksi untuk mencegah dan menindak alih fungsi lahan pertanian.

”Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan belum diperdakan. Harus diperdakan, disertai sanksi. Lahan pertanian produktif, termasuk lahan sawah yang dilindungi, memiliki peran penting dalam ketahanan pangan nasional. Kita harus jaga kelestariannya. Jangan gunakan untuk yang lain. Kita butuh waktu lama untuk membuat lahan sawah yang sekarang,”ucap Yudi.

Sementara Agung Suganda mengakui telah terjadi pengalihan fungsi padang penggembalaan ternak menjadi lahan pemukiman, perkebunan, dan industri.

Lahan potensial untuk padang penggembalaan ternak yang berkurang juga mengurangi ketersediaan hijauan pakan alami. Peternak terpaksa membeli pakan konsentrat atau mencari lahan penggembalaan lain. Pakan berkualitas yang berkurang tersebut mengurangi berat badan ternak, mengganggu reproduksi, dan menurunkan produksi susu ternak.

”Alih fungsi menimbulkan masalah sosial ekonomi peternak karena padang pengembalaan di sentra peternakan tidak dilindungi,” katanya.

Dia menceritakan masyarakat peternak sapi Bolang di Indramayu yang kesulitan menggiring sapi untuk mencari makan karena akses jalan kurang memadai. Mereka berharap lahan pangonan agar tidak menggiring sapi terlalu jauh.

”Mereka tidak punya kawasan penggembalaan, terpaksa diangon jauh,” tukasnya.

Plt Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional Sarwo Edhy menjelaskan, peta ketahanan dan kerawanan pangan Indonesia. Aspek penilaiannya meliputi tiga hal, yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, dan pemanfaatan pangan. Tahun 2024, tercatat 62 kabupaten/kota atau 12 persen wilayah Indonesia rentan rawan pangan nasional.

”Tahun sebelumnya 68, tahun sebelumnya lagi 74. Wilayah rawan pangan diselesaikan bertahap,”ucapnya.

Sejumlah anggota BULD DPD RI memberikan tanggapan seperti Elviana (senator asal Jambi), Jelita Donal (senator asal Sumatera Barat), dan Lalita (senator asal Papua). (*/son)