
MANADO, gosulut.com – Menatap ke arah Gedung kantor yang dindingnya kusam karena cat banyak terkelupas, seorang kepala dinas di Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara ‘curhat’ kepada media ini. Sesekali tangannya menunjuk ke arah plafon bagian luar kantor yang koyak. Plafon dari bahan tripleks itu ada beberapa yang lubang.
“So lama ndak beking. Ndak ada anggaran untuk rehab (Sudah lama tidak dibikin. Tak ada anggaran untuk rehabilitasi,” ungkapnya.
Kondisi luar bangunan kantor itu hanya beberapa dari banyak kekurangan bangunan kantor yang dipimpinnya. Belum lagi kurang-kurang di fasilitas dalam layanan administrasi.
“Bro, tapi ini maaf neh. Skali lagi maaf banyak. Bukan kita mau jelekkan pimpinan sebelumnya. Cuma kita pikir, (kondisi) ini antara lain karena pimpinan tidak pernah lihat langsung kondisi di tiap SKPD, termasuk di sini. Mau bersuara pun, paling hanya sampai di laporan,” katanya.

Dia pun berharap Gubernur Yulius Selvanus dan Wakil Gubernur Victor Mailangkay akan lebih sering mengunjungi kantor-kantor SKPD.
“Sama dengan yang sudah dilakukan beberapa hari belakangan, Pak Gub dan Pak Wagub melakukan sidak di beberapa ruangan dan kantor di Kantor Gubernur. Lebih baik lagi di tiap SKPD. Kalau boleh juga, istilahnya: berkantor sementara di SKPD, meskipun hanya beberapa jam,” katanya mengusulkan.
Usulan ini sangat didukung Toar Palilingan. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado ini berpendapat dengan berkunjung ke setiap SKPD, Gubernur dan Wakil Gubernur akan mendapatkan kondisi yang asli sesuai fakta yang diperoleh langsung di lapangan.
“Situasi yang didapatkan di SKPD merupakan kondisi riil, bukan hanya sekadar menerima laporan,” ujarnya.

‘Berkantor sementara’ di SKPD, kata pengamat pemerintahan dan politik ini, sebagai langkah untuk cek dan ricek kesiapan mesin birokrasi agar pergerakannya benar-benar mampu menjalankan visi misi program Yulius Selvanus dan Victor Mailangkay.
“Bisa dilakukan melalui kegiatan ‘berkantor’ atau kunjungan dadakan/tidak terjadwal ke SKPD. Agar Gubernur/Wagub bisa mengetahui secara langsung suasana kerja serta permasalahan maupun hambatan,” ujar dosen senior Hukum Tata Negara ini.
Menurutnya, ‘berkantor’ di SKPD juga akan menghasilkan bahan evaluasi agar dalam kebijakan nantinya tidak sekadar menerima laporan, sehingga bisa diantisipasi pemberian beban kerja di luar kemampuan SKPD yang ada.
“Hanya menerima laporan saja banyak buktinya berimbas pada pelayanan pemerintah ke publik yang sering dikomplen,” tukasnya.
Khusus Gubernur Yulius yang berlatar intelijen di kesatuan elit TNI AD (Kopasus), sudah tentu punya strategi memberdayakan anak buah untuk kesuksesan misi.
“Kalau hanya turun ke bawah untuk memastikan kesiapan prajurit, sudah tentu jadi makanan beliau tiap hari. Implementasi di dunia birokrasi pemerintahan pun, menurut saya, mudah bagi beliau,” tukas Palilingan.
“Tapi, konsepnya harus sidak. Kalau sudah terjadwal, wah, sulap itu. Nantinya semuanya akan berpikir dan bertindak ABS (asal bapak senang),” ujar Toar.
Sementara mantan Penjabat Gubernur Sulut 2005, Lucky Korah menilai apa yang telah dimulai oleh Gubernur Yulius dengan melakukan sidak di beberapa ruangan di Kantor Gubernur sudah sangat tepat. Sebab, Langkah ini merupakan bagian dari implementasi cek dan ricek kesiapan segala sesuatu yang mendukung kerja birokrasi pemerintahan.
“Bagi saya, sidak yang dilakukan Pak Gubernur Yulius itu belum inspeksi mendadak, tapi masih di tataran silaturahmi mendadak. Si-nya belum inspeksi tapi masih silaturahmi. Nanti kalau sudah bersilaturahmi dan memerintahkan target-target, (Si) berikutnya sudah inspeksi untuk memastikan pencapaian target tersebut,” ujar salah satu mantan Wali Kota Manado yang terbilang sukses ini.

Salah seorang sosok di balik kesuksesan bola kaki Sulut lewat Persma (Persatuan Sepakbola Manado) ini berpendapat ketika pemimpin sering berkunjung dan menengok anak buah, secara psikologi akan menimbulkan persepsi bahwa mereka diperhatikan oleh pemimpin.
“Mereka juga sudah pasti merasa terus diawasi atas tugas-tugas yang diberikan. Situasi ini akan berdampak pada peningkatan kinerja bawahan,” kata Korah.

Bukan sekadar pendapat, namun hal ini sudah dipraktikkan selama karirnya di birokrat, dan tugas lain sebagai wali kota dan penjabat gubernur. Buktinya, selama kurang lebih lima bulan sebagai Penjabat Gubernur Sulut pada 2005, mantan pejabat eselon I di pusat ini sudah khatam menyambangi wilayah Sulut dari Miangas hingga Pinogaluman (Bolmut).
“Masyarakat juga harus disapa untuk mendekatkan pemimpin dengan yang dipimpin. Walaupun hanya sekadar bersenda gurau,” kata Korah.
“Saya melihat juga Pak Gubernur Yulius yang belum sebulan dilantik sudah menyisir wilayah daratan Sulut. Itulah salah satu kelebihan pemimpin berlatar militer, mereka ingin memastikan kondisi teritorial yang kondusif,” ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Sulut Janny Lukas Ketika dimintai tanggapan menyambut antusias usulan ini. Lukas memimpin dinas yang antara lain mengelola aset Museum Negeri Provinsi Sulawesi Utara.

Sekadar informasi, keberadaan Museum Negeri ini sempat viral karena sudah ‘dibuka penawaran’ untuk dijual lewat pengumuman di selembar kertas di atas pintu museum, hingga ramai di media sosial. Persoalan ini pun langsung ‘tembus’ hingga Kementerian Kebudayaan, dan sudah direspon oleh Menteri Kebudayaan Fadly Zon.
Menurut Lukas, usulan agar pimpinan ‘berkantor di SKPD’ itu sangat positif. Apalagi bagi instansinya yang mengelola aset berharga seperti museum dan benda cagar budaya daerah, membutuhkan perhatian serius.
“Mengelola benda cagar budaya ini memang perspektifnya berbeda dengan pelayanan publik lain,” katanya. “Kalau di luar negeri museum menjadi salah satu obyek wisata andalan,” tambahnya.
Dia berharap usulan ini akan diwujudkan oleh Gubernur Yulius Selvanus dan Wagub Victor Mailangkay. “Supaya apa yang menjadi usulan dari SKPD benar-benar terverifikasi langsung oleh pimpinan sehingga azas skala prioritas bisa terwujud,” ujarnya.(**)
Peliput/Editor: Bahtin Razak