Scroll untuk baca berita terbaru
banner 325x300

Hingga September 2023 Produksi Padi di Sulut Menyusut 5,29 Persen

×

Hingga September 2023 Produksi Padi di Sulut Menyusut 5,29 Persen

Sebarkan artikel ini

BOLMONG – Tatapan Arnold nampak sendu. Duduk termenung di depan rumahnya, di Desa Pusian, Kecamatan Dumoga Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Arnold menatap hamparan lahan sawah yang kecoklatan. Hanya ada bonggol pohon padi bekas dipanen.

“Biasanya hanya satu minggu setelah panen petak-petak sawah sudah diolah lagi. Bibitnya juga biasanya sudah siap,” ungkap Arnold, awal Oktober lalu.

Pria keturunan Minahasa ini mengaku akibat kemarau yang cukup panjang tahun ini membuat sebagian petani di wilayah Dumoga Raya tidak menanam padi. Kalaupun ada, hanya petani yang wilayah garapannya mendapat jadwal penyaluran air.

“Jadwal penyaluran air belum di wilayah sini, padahal panen sudah selesai sebulan yang lalu,” ungkap Arnold.

Pria yang ayah dan ibunya asal Langowan, Minahasa itu mengaku pembagian jadwal penyaluran air untuk lahan sawah garapan mereka sudah berlangsung lama karena debit air di Bendungan Toraut, dan juga Kosinggolan, sudah berkurang signifikan di saat musim kemarau.

“Kalau musim hujan, sering banjir karena di daerah atas (hulu) hutannya sudah banyak rusak. Musim kemarau tahun ini sangat terasa dampaknya,” kata  pria 52 tahun ini.

Pengakuan Arnold ini telah menegaskan soal luas panen dan produksi padi di wilayah Bolmong Raya yang menyusut. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi menyebutkan produksi padi dalam bentuk gabah kering giling (GKG) di Bolaang Mongondow selang Januari-September 2023 tercatat 126,41 ribu ton. Angka ini menurun 6.080 ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022, yang tercatat sebesar 132,49 ribu ton.

Wilayah Bolmong yang menjadi lumbung beras Sulut, tingkat produksinya sangat memengaruhi total produksi Sulut. Data yang sama membeber bahwa sepanjang 2023 hingga September bahwa produksi padi di Sulut tercatat 230,83 ribu ton dan mengalami penurunan sebanyak 12,90 ribu ton atau 5,29 persen dibanding 2022 lalu yang tercatat 243,73 ribu ton.

Jika produksi padi dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka produksi padi sepanjang Januari hingga September 2023 diperkirakan setara dengan 100,71 ribu ton beras. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 3,75 ribu ton atau 3,59 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2022, yang tercatat 104,46 ribu ton.

Kondisi turunnya luas panen dan produksi padi ini ditanggapi Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertanak) Sulut. Pelaksana Tugas (Plt) Kadis Pertanak Sulut Wilhelmina Pangemanan mengakui penurunan tersebut. Menurutnya, penurunan luas panen dan produksi padi tersebut, khusus di Bolmong, karena kekurangan air. Penyebabnya karena ada penutupan saluran irigasi di Daerah Irigasi Kosinggolan dan Toraut.

“Balai Sungai menutup jaringan irigasi primer karena ada perbaikan saluran. Sudah delapan bulan ditutup dari awal tahun. Mungkin nanti tambah dua bulan lagi,” ujar Pangemanan, awal November lalu, di Kantor Bank Indonesia Sulut.

Mantan Kepala Bidang Tanaman Pangan Dispertanak Sulut—pejabat  teknis yang juga menangani padi—ini  menambahkan akibat penutupan saluran irigasi tersebut menyebabkan berkurangnya frekwensi musim tanam. Kata dia, benih sudah siap namun lahan tak bisa ditanami karena ketiadaan air.

“Biasanya musim tanamnya di sawah-sawah yang dilayani Irigasi Kosinggolan dan Toraut ini sampai dua setengah kali. Tapi tahun ini hanya sekali,” ujarnya.

Bagaimana dengan dampak perubahan iklim berupa gelombang el-nino yang cukup panas dari biasanya? Soal ini Wilhelmina menegaskan bahwa seluruh wilayah yang memiliki areal sawah terdampak.

“Semua kena dampak, karena rata-rata produksi turun,” ujarnya.

Soal penutupan saluran irigasi ini, pihak Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) 1 Manado tidak menampik. Hanya saja, menurut Kepala BWSS 1 Komang Sudana melalui PPK Irigasi dan Rawa Ronald Parengkuan, pekerjaan sebagian besar telah selesai dari awal tahun.

“Tinggal beberapa saluran dalam proses penyelesaian. Tidak semua saluran ditutup sehingga masih ada air yang dialirkan ke beberapa areal,” ungkap Parengkuan.

Pemantauan pekerjaan saluran di DI Kosinggolan oleh BWSS 1, awal November 2023

Dia menambahkan irigasi yang salurannya mengalami penutupan karena ada pekerjaan rehabilitasi jaringan adalah Irigasi Kosinggolan. Sementara Irigasi Toraut pekerjaan rehabilitasi jaringan telah selesai sejak akhir 2022.

“Di Toraut tidak ada pekerjaan besar sehingga layanan airnya normal. Hanya tetap ada proses pembagian layanan air berdasarkan jadwal. Kelompok tani di sana sudah tahu,” ungkap dia.

Hanya saja, kata Parengkuan, jadwal pembagian penyaluran air sudah berlangsung lama di sawah-sawah dalam layanan dua daerah irigasi tersebut. Penyebabnya adalah daerah tangkapan yang sudah rusak.

“Penyaluran air berdasarkan jadwal ini sudah berlangsung dari beberapa tahun lalu. Hanya saat ini karena ditambah dengan kondisi kemarau yang cukup panas, sehingga banyak sawah yang tidak terlayani,” ujarnya.

Sementara pakar pertanian dari Fakultas Pertanian Unsrat Prof Johannes E. X. Rogi mengatakan permasalahan utama dalam hal ini adalah manajemen penanaman. Yakni, antara lain, keterlambatan penyaluran benih dan pupuk ke petani.

“Proses pengadaan benih dan pupuk tidak selaras dengan kondisi iklim. Sudah lumrah bahwa akhir tahun hingga awal tahun adalah musim penghujan, harusnya di masa itu benih dan pupuk disalurkan. Yang terjadi justru penyalurannya nanti sudah di musim kemarau. Yah, tidak bisa menanam,” ujar Rogi.

Dosen di Pascasarjana Unsrat ini menambahkan, soal iklim yang berkaitan dengan musim harusnya sudah diketahui sejak awal. Sebab, Badan Metrologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah merilis prakiraan kondisi iklim.

“Soal musim hujan dan kemarau itu tak perlu lagi dipermasalahkan. Selain sudah jadi hal yang biasa kita semua tahu, kan BMKG juga selalu mengumumkan prakiraannya. Harusnya sudah diantisipasi lebih awal,” tukasnya. “Sekali lagi, pressure point-nya adalah manajemen di Dinas Pertanian,” tukas Rino—sapaannya.

“Di Balai Sungai juga, pekerjaan perbaikan saluran harus memperhitungkan waktu ketika sawah butuh air. Kalau seperti tahun ini, jelas produksi sangat terganggu,” ujarnya menambahkan.(bahtin)